Beberapa hari yang lalu saya iseng untuk melihat-lihat mengenai profil kota-kota di Indonesia melihat bagaimana gambar dan petanya pada internet, sampai kemudian menemukan kota Luwuk, Banggai di Sulawesi Tengah ini.
Tentu saja saya senang dan tertarik, apalagi ketika saya terus membuka situs khusus tentang kota Luwuk sekarang, baik dari penelusuran berita maupun gambar2nya. Ternyata banyak sekali blog yang ditulis menceritakan kota Luwuk ini.
Meski sudah lama sekali saya tinggalkan. Tapi bagi saya kota nun jauh di pesisir pantai timur Sulawesi Tengah ini selalu diingat. Bila tak salah sekitar tahun 1982. Saya pergi sendiri ke kota Luwuk . Inilah pengalaman perjalanan saya yang masih sempat teringat. di kota Luwuk.
Siang itu, kapal kecil jenis Cessna CN 212 yang membawa penumpang sekitar 10-16 orang itu dan membawa saya dari Makassar mendarat di lapangan udara Bubung (masih bandara peritis waktu itu). Ketika saya turun dari pesawat, saya coba memutar tubuh ke segala arah. Pemandangan amat mengesankan. Bandara Bubung yang berada di ketinggian di bawah ngarai, dari sana bisa di lihat pemandangan indah. di bawah sana ...............
Disana lautan yang luas airnya membiru dengan ombaknya yang putih di terpa sinar matahari berkejaran tenang se-olah susul menyusul menerpa pantai serta bukit hijau di sebelah atasnya. Lalu pohon-pohon nyiur bertebaran dimana-mana.
Di bandara saya di jemput Pak Charles dengan mobil kijangnya. Ternyata dari bandara ke pusat kota Luwuk agak cukup jauh. Tapi bagi saya terasa tak jenuh, karena jalan yang cukup bagus walau belum jamannya hot-mix2kan serta berada di pinggir laut dimana saya bisa melihat luasnya air yang biru bersama debur ombaknya yang mengalun , lalu sepanjang pinggir jalan berjajar pohon nyiur yang melambai-lambai karena desiran angin laut yang terus mendesir. sungguh kebesaran alam ciptaanmu ya Allah .................. teramat Indah.
Entah berapa menit di tempuh. Akhirnya sampai juga ke pusat kota Luwuk. Meski belum seramai seperti sekarang, namun kota Luwuk 30 tahun yang lalu telah cukup ramai pula banyak kendaraan mobil dan motor. Dulu lagi zamannya motor Trail Yamaha Enduro. Honda GL.125. juga ada yang naik Vespa kecil. Kalau mobil Toyota Kijang yang model kotak bak terbuka itu. Tapi ada juga yang pake sedan serta Nissan Patrol serta Jeep C7 lho.
Di dalam kota banyak kantoran pemerintahan, Bank BBD, BRI, BNI juga ada ,kantornya gede lagi. Pasar centralnya ramai, Ada satu Klabnya juga agak jauh dari pusat kota , tempat remaja berdisco-ria dan saya pun sempat ikut jojing juga disana he he he, cuma jojing kok!
Lalu pelabuhan lautnya meski kecil, rame orang menaikan dan menurunkan barang dari kapal laut yang datang dari Makassar atau Surabaya. Cuma menurunkan barangnya masih harus agak jauh dari pantai. Malah Saya pun sempat ikut ke laut satu kali untuk menurunkan barang-barang yang dikirim dari Makassar dari kapal kayu yang hiiiiy ckckck besarnya. Semula pikir saya sih kalau kapal dari kayu mah kecil-kecil saja..
Dataran Kota Luwuk berada di pinggir pantai di bawah kaki bukit yang landai( ini cuma pendapat saya mohon maaf bila salah) Di kota Luwuk rumah-rumah dan jalan-jalan banyak yang letaknya diatas, sebagian pula ada dibawah sejajar dengan pantai. Bila kita berada diatas melihat ke bawah pemandangan cantik sekali. Karena letak geografisnya yang demikian itu, sewaktu saya disana sih nggak ada tuh yang namanya becak. Entahlah sekarang?
Penduduknya ramah,.banyak yang bekerja mencari ikan, pengusaha kopra juga berdagang, Sementara pemudanya banyak yang meneruskan kuliah di Makassar. Kalo kesenian penduduknya banyak yang memainkan rebana.
Daerah-daerah sekelilingnya yang saya masih ingat dan pernah saya datangi juga adalah : Nambo (nama daerah ini ada juga di kampung saya) dulu banyak duren gede-gede buah dan isinya, terus Batui, Malili, Bunta, Pagimana (kalau tidak salah ke daerah ini ada masuk melewati jembatan yang kokoh terbuat dari kayu). dan waktu itu di daerah Bunta, Malili dan Batui banyak baru di bangun rumah-rumah transmigran dari P. Jawa dan Bali.
Tempat rekreasi favorite penduduk kota Luwuk terutama bagi kaum remaja nya di akhir pekan ada dua tempat yakni yang satu letaknya kalau dari pusat kota, yang tinggal diatas harus turun kearah luar kota, penduduk disana menyebutnya KILO LIMA ( mungkin jauhnya 5km? entahlah) disini tempat berenang di pantai air lautnya yang jernih dan tidak berombak juga banyak pohon nyiurnya. Lalu yang ke dua yaitu KILO TIGA (maaf jika salah menyebut tiga atau empatnya) letaknya dari kota Luwuk naik keatas. Disana banyak penduduk berkebun jagung (orang sana menyebutnya milu) sepanjang pinggir jalan mobil lalu jagungnya di jual di saung-saung pinggir jalan (bila di Jawa Barat sini, di Lembang). Biasanya kalau malam minggu remaja putra-putri naik motor rame-rame pergi kesana makan milu (jagung) bakar., asyik deh.
Bahasa penduduk kota Luwuk Bahasa Indonesia sih cuma logatnya mirip orang Menado ya ( padahal saya juga belum sempat pergi kesana hehehe) Saya suka mendengar saja orang disana berkata: ngana (kamu), bariki (berlari), balekos/lekos (bohong), hoyot (tidur) dan banyak lagi saya lupa.
Taraf kehidupan di kota Luwuk dulu, kayaknya banyak yang cukup sejahtera ya. Ketika saya ke sana di tahun 1982. Tontonan/hiburan penduduk di Luwuk selain Film di Gedung Bioskop. Dirumahnya mereka sudah banyak yang pake parabola yang gede-gede itu , juga perangkat Video generasi pertama yang pake kaset gede-gede pula model BETAMAX-Sony , TVnya juga banyak yang telah berwarna. Maklum waktu itu di Luwuk belum ada siaran TVRI apalagi siaran studio swasta seperti sekarang (RCTI saja tahun 1990-an.) Pas saya kesana baru selesai di buat tower-rilainya TVRI serta sebuah bangunan saja.
Yang unik lagi bagi saya kalau anak muda di Jakarta atau di Jawa Barat (lembur/kampung saya hihihi) kemana mana banyak pemuda yang suka merokok, menghisap rokok gudang garam filter / garfit orang Jawa Barat bilang. Dikota Luwuk yang ngetrend adalah rokok Bentul Filter merah dikalangan pemudanya, saya sulit sekali menemui rokok Garpit di sana kala itu. entahlah kini......................
Karena waktu saya tinggal di Luwuk tinggal di rumah Ibu Husni Amir keluarga besar Tuan Raja di Jl. Pangeran Hidayat, beruntung saya suka diajak kemana-mana oleh saudara-saudaranya seperti ke daerah-daerah di luar kota Luwuk yang saya sebutkan tadi.jadi cukup banyak pengalaman yang saya dapatkan, walaupun saya tidak begitu lama tinggal disana.
Saya sempat juga datang ke Pulau Peleng. Dari Luwuk berangkat malam menggunakan kapal landing ( jenis kapal yang biasa digunakan membawa atau menurunkan tentara dan bawaannya semacam kendaraan lapis-baja (Tank) , ini seperti yang saya lihat di film2 perang barat hehehe). Waktu itu pun lending yang saya tumpangi membawa sebuah Bouldoser gede dan sebuah Jeep C7 yang tanpa kap itu).
Route pelayaran Luwuk ke Luk Sagu di Pulau Peleng ( Lihat peta Sulawesi Tengah aja kalau belum tahu hihihi) berangkat malam sekitar jam 20.00 dan tiba di P.Peleng sekitar jam 08.00 pagi
Perjalanan malam mungkin untuk menghindari adanya ombak atau sengaja untuk datang pagi entahlah. Tapi perjalanan malam di laut asyik juga, terasa tenang yang terdengar hanya suara mesin kapal serta derai air laut yang diterjang lajunya kapal, lalu makan pagi diatas kapal kecil (bila disandingkan dengan kapal Kerinci atau Ceremai) di tengah lautan luas yang membiru airnya dengan teman nasi ikan bakar hasil tangkapan kru kapal woow nikmatnya.
Sebelum kapal merapat di Luk Sagu. saya juga menyaksikan diair laut banyak ikan-ikan kecil yang terus berloncatan kedepannya dengan jarak 1 meter seolah kegirangan dengan datangnya sinar pagi yang masih hangat dan saya bagai disambut oleh keindahan itu. Lagi-lagi saya memuji kebesaran Allah SWT.
Sampai di Luk Sagu kapal menurunkan semua barang bawaannya. Saya pun bersama Bapak Hideo Amir dan ko Hin melanjutkan perjalanan di Pulau Peleng yang bagi saya sebuah touring yang sengguh berkesan. Kami berempat waktu itu (bila tak salah), menaiki Jeep C7 menempuh jalan yang semuanya tanah.
Pertama dari Luk Sagu kami memasuki jalan di dalam hutan P. Peleng yang sunyi sepi jalannya naik turunnya tajam sekali serta di kiri-kanan di tumbuhi pohon-pohon tinggi besar,. beberapa kali kami bertemu kendaraan truk tronton yang besar dan panjang membawa kayu-kayu hasil tebangan perusahaan
Selanjutnya kendaraan melaju banyak berada di suasana pinggir pantai, maklum pada waktu itu kebanyakan masyarakat P.Peleng masih tinggal di pinggir pantai sebagai nelayan.
Berada di atas mobil C7 kap terbuka yang sedang melaju di jalanan tanah tapi tak berdebu, di pinggir pantai lautan yang luas, lalu di pinggirnya banyak pohon nyiur melambai terhembus angin, serta mendendangkan laguu keroncong “dibawah sinar bulan purnama” (ini sih kesukaan nya Bapak Hideo hehehe) sungguh terasa indah, Kami sempat pula mampir di daerah sekita Tanjung Pemali dan sempat di suguhi makan dengan telur penyu oleh seorang warganya.
Yang membuat saya senang di Pulau Peleng kala itu, selain hutannya yang alami sunyi dan sepi, sepanjang pantainya yang indah, juga ya ampuuun banyak sekali buah durian nya (ini kesukaan saya). Buah duriannnya sih kecil-kecil bila dibanding buah duriannya yang saya dapat di daerah Nambo, tapi enak juga.
Orang di P. Peleng mengambil durian dari dalam hutan. Harganya pun sungguh pantastis sebuahnya cuma Rp.25,- padahal di P. Jawa mungkin Rp.300 s/d Rp.500,- (tahun 1982an). Saya sampai berpikir andai saja P. Peleng berjarak puluhan kilo meter saja dari kampung saya. Saya mau beli tuh sekapal deh mau jualan durian saja di kampung. hehehe.
Setelah dua hari di P.Peleng kapal membawa saya dan rombongan menuju ke Kolonedale lalu ke daerah Rata yang waktu itu masih banyak hutan, nginap satu hari dan besoknya pulang kembali ke kota Luwuk.
Kembali mengenai kota Luwuk. Bagi saya kota Luwuk itu dari dulu terlebih sekarang, ibarat gadis remaja: geulis (cantik) mempesona dan tak mau diam energik ( kegiatan orang-orangnya)
Tempo hari di tahun 1995 sepulang saya perjalanan dari Kendari ke Jakarta lewat Makassar. Dari Makassar saya naik kapal Kerinci. Dalam perjalanan dari Makassar ke Surabaya di atas kapal saya sempat bertemu dengan dua pemuda mahasiswa yang mau ke Surabaya dan bertanya tentang kota Luwuk. Tanpa basa basi keduanya menjawab Bahwa kota Luwuk itu cantik! "Kota Luwuk seperti Hongkong" katanya lagi bersemangat sekali.
Lalu ketika saya melihat foto-foto kota Luwuk terutama pada malam hari.beberapa hari yang lalu , saya sedikit terkejut melihat kota Luwuk yang semakin maju. dan saya tersenyum : Ternyata apa yang di katakan dua pemuda diatas kapal itu benar. Mereka pantas bangga dengan kotanya yang mirip kota Hongkong. Selamat deh buat orang-orang Luwuk mempunyai kota yang mirip Hongkong. Ya Hongkongnya Pulau Sulawesi.
Bagi yang belum kesana. Ya, sekali-kali coba dong berkunjung kesana ................nikmati keindahan kota Luwuk di waktu malam, lalu alamnya dan keramahan penduduknya.
Itulah secuil dari pengalaman saya selama tinggal di kota Luwuk - Sulawesi Tengah. Mohon maaf sebelumnya khususnya pada warga Luwuk, apabila dalam tulisan ini, ada salah kata dalam penyebutan tempat, jarak, atau yang disebutkan kini telah berubah atau hilang dan sebagainya.
Meski sudah lama sekali saya tinggalkan. Tapi bagi saya kota nun jauh di pesisir pantai timur Sulawesi Tengah ini selalu diingat. Bila tak salah sekitar tahun 1982. Saya pergi sendiri ke kota Luwuk . Inilah pengalaman perjalanan saya yang masih sempat teringat. di kota Luwuk.
Siang itu, kapal kecil jenis Cessna CN 212 yang membawa penumpang sekitar 10-16 orang itu dan membawa saya dari Makassar mendarat di lapangan udara Bubung (masih bandara peritis waktu itu). Ketika saya turun dari pesawat, saya coba memutar tubuh ke segala arah. Pemandangan amat mengesankan. Bandara Bubung yang berada di ketinggian di bawah ngarai, dari sana bisa di lihat pemandangan indah. di bawah sana ...............
Disana lautan yang luas airnya membiru dengan ombaknya yang putih di terpa sinar matahari berkejaran tenang se-olah susul menyusul menerpa pantai serta bukit hijau di sebelah atasnya. Lalu pohon-pohon nyiur bertebaran dimana-mana.
Di bandara saya di jemput Pak Charles dengan mobil kijangnya. Ternyata dari bandara ke pusat kota Luwuk agak cukup jauh. Tapi bagi saya terasa tak jenuh, karena jalan yang cukup bagus walau belum jamannya hot-mix2kan serta berada di pinggir laut dimana saya bisa melihat luasnya air yang biru bersama debur ombaknya yang mengalun , lalu sepanjang pinggir jalan berjajar pohon nyiur yang melambai-lambai karena desiran angin laut yang terus mendesir. sungguh kebesaran alam ciptaanmu ya Allah .................. teramat Indah.
Entah berapa menit di tempuh. Akhirnya sampai juga ke pusat kota Luwuk. Meski belum seramai seperti sekarang, namun kota Luwuk 30 tahun yang lalu telah cukup ramai pula banyak kendaraan mobil dan motor. Dulu lagi zamannya motor Trail Yamaha Enduro. Honda GL.125. juga ada yang naik Vespa kecil. Kalau mobil Toyota Kijang yang model kotak bak terbuka itu. Tapi ada juga yang pake sedan serta Nissan Patrol serta Jeep C7 lho.
Di dalam kota banyak kantoran pemerintahan, Bank BBD, BRI, BNI juga ada ,kantornya gede lagi. Pasar centralnya ramai, Ada satu Klabnya juga agak jauh dari pusat kota , tempat remaja berdisco-ria dan saya pun sempat ikut jojing juga disana he he he, cuma jojing kok!
Lalu pelabuhan lautnya meski kecil, rame orang menaikan dan menurunkan barang dari kapal laut yang datang dari Makassar atau Surabaya. Cuma menurunkan barangnya masih harus agak jauh dari pantai. Malah Saya pun sempat ikut ke laut satu kali untuk menurunkan barang-barang yang dikirim dari Makassar dari kapal kayu yang hiiiiy ckckck besarnya. Semula pikir saya sih kalau kapal dari kayu mah kecil-kecil saja..
Dataran Kota Luwuk berada di pinggir pantai di bawah kaki bukit yang landai( ini cuma pendapat saya mohon maaf bila salah) Di kota Luwuk rumah-rumah dan jalan-jalan banyak yang letaknya diatas, sebagian pula ada dibawah sejajar dengan pantai. Bila kita berada diatas melihat ke bawah pemandangan cantik sekali. Karena letak geografisnya yang demikian itu, sewaktu saya disana sih nggak ada tuh yang namanya becak. Entahlah sekarang?
Penduduknya ramah,.banyak yang bekerja mencari ikan, pengusaha kopra juga berdagang, Sementara pemudanya banyak yang meneruskan kuliah di Makassar. Kalo kesenian penduduknya banyak yang memainkan rebana.
Daerah-daerah sekelilingnya yang saya masih ingat dan pernah saya datangi juga adalah : Nambo (nama daerah ini ada juga di kampung saya) dulu banyak duren gede-gede buah dan isinya, terus Batui, Malili, Bunta, Pagimana (kalau tidak salah ke daerah ini ada masuk melewati jembatan yang kokoh terbuat dari kayu). dan waktu itu di daerah Bunta, Malili dan Batui banyak baru di bangun rumah-rumah transmigran dari P. Jawa dan Bali.
Tempat rekreasi favorite penduduk kota Luwuk terutama bagi kaum remaja nya di akhir pekan ada dua tempat yakni yang satu letaknya kalau dari pusat kota, yang tinggal diatas harus turun kearah luar kota, penduduk disana menyebutnya KILO LIMA ( mungkin jauhnya 5km? entahlah) disini tempat berenang di pantai air lautnya yang jernih dan tidak berombak juga banyak pohon nyiurnya. Lalu yang ke dua yaitu KILO TIGA (maaf jika salah menyebut tiga atau empatnya) letaknya dari kota Luwuk naik keatas. Disana banyak penduduk berkebun jagung (orang sana menyebutnya milu) sepanjang pinggir jalan mobil lalu jagungnya di jual di saung-saung pinggir jalan (bila di Jawa Barat sini, di Lembang). Biasanya kalau malam minggu remaja putra-putri naik motor rame-rame pergi kesana makan milu (jagung) bakar., asyik deh.
Bahasa penduduk kota Luwuk Bahasa Indonesia sih cuma logatnya mirip orang Menado ya ( padahal saya juga belum sempat pergi kesana hehehe) Saya suka mendengar saja orang disana berkata: ngana (kamu), bariki (berlari), balekos/lekos (bohong), hoyot (tidur) dan banyak lagi saya lupa.
Taraf kehidupan di kota Luwuk dulu, kayaknya banyak yang cukup sejahtera ya. Ketika saya ke sana di tahun 1982. Tontonan/hiburan penduduk di Luwuk selain Film di Gedung Bioskop. Dirumahnya mereka sudah banyak yang pake parabola yang gede-gede itu , juga perangkat Video generasi pertama yang pake kaset gede-gede pula model BETAMAX-Sony , TVnya juga banyak yang telah berwarna. Maklum waktu itu di Luwuk belum ada siaran TVRI apalagi siaran studio swasta seperti sekarang (RCTI saja tahun 1990-an.) Pas saya kesana baru selesai di buat tower-rilainya TVRI serta sebuah bangunan saja.
Yang unik lagi bagi saya kalau anak muda di Jakarta atau di Jawa Barat (lembur/kampung saya hihihi) kemana mana banyak pemuda yang suka merokok, menghisap rokok gudang garam filter / garfit orang Jawa Barat bilang. Dikota Luwuk yang ngetrend adalah rokok Bentul Filter merah dikalangan pemudanya, saya sulit sekali menemui rokok Garpit di sana kala itu. entahlah kini......................
Karena waktu saya tinggal di Luwuk tinggal di rumah Ibu Husni Amir keluarga besar Tuan Raja di Jl. Pangeran Hidayat, beruntung saya suka diajak kemana-mana oleh saudara-saudaranya seperti ke daerah-daerah di luar kota Luwuk yang saya sebutkan tadi.jadi cukup banyak pengalaman yang saya dapatkan, walaupun saya tidak begitu lama tinggal disana.
Saya sempat juga datang ke Pulau Peleng. Dari Luwuk berangkat malam menggunakan kapal landing ( jenis kapal yang biasa digunakan membawa atau menurunkan tentara dan bawaannya semacam kendaraan lapis-baja (Tank) , ini seperti yang saya lihat di film2 perang barat hehehe). Waktu itu pun lending yang saya tumpangi membawa sebuah Bouldoser gede dan sebuah Jeep C7 yang tanpa kap itu).
Route pelayaran Luwuk ke Luk Sagu di Pulau Peleng ( Lihat peta Sulawesi Tengah aja kalau belum tahu hihihi) berangkat malam sekitar jam 20.00 dan tiba di P.Peleng sekitar jam 08.00 pagi
Perjalanan malam mungkin untuk menghindari adanya ombak atau sengaja untuk datang pagi entahlah. Tapi perjalanan malam di laut asyik juga, terasa tenang yang terdengar hanya suara mesin kapal serta derai air laut yang diterjang lajunya kapal, lalu makan pagi diatas kapal kecil (bila disandingkan dengan kapal Kerinci atau Ceremai) di tengah lautan luas yang membiru airnya dengan teman nasi ikan bakar hasil tangkapan kru kapal woow nikmatnya.
Sebelum kapal merapat di Luk Sagu. saya juga menyaksikan diair laut banyak ikan-ikan kecil yang terus berloncatan kedepannya dengan jarak 1 meter seolah kegirangan dengan datangnya sinar pagi yang masih hangat dan saya bagai disambut oleh keindahan itu. Lagi-lagi saya memuji kebesaran Allah SWT.
Sampai di Luk Sagu kapal menurunkan semua barang bawaannya. Saya pun bersama Bapak Hideo Amir dan ko Hin melanjutkan perjalanan di Pulau Peleng yang bagi saya sebuah touring yang sengguh berkesan. Kami berempat waktu itu (bila tak salah), menaiki Jeep C7 menempuh jalan yang semuanya tanah.
Pertama dari Luk Sagu kami memasuki jalan di dalam hutan P. Peleng yang sunyi sepi jalannya naik turunnya tajam sekali serta di kiri-kanan di tumbuhi pohon-pohon tinggi besar,. beberapa kali kami bertemu kendaraan truk tronton yang besar dan panjang membawa kayu-kayu hasil tebangan perusahaan
Selanjutnya kendaraan melaju banyak berada di suasana pinggir pantai, maklum pada waktu itu kebanyakan masyarakat P.Peleng masih tinggal di pinggir pantai sebagai nelayan.
Berada di atas mobil C7 kap terbuka yang sedang melaju di jalanan tanah tapi tak berdebu, di pinggir pantai lautan yang luas, lalu di pinggirnya banyak pohon nyiur melambai terhembus angin, serta mendendangkan laguu keroncong “dibawah sinar bulan purnama” (ini sih kesukaan nya Bapak Hideo hehehe) sungguh terasa indah, Kami sempat pula mampir di daerah sekita Tanjung Pemali dan sempat di suguhi makan dengan telur penyu oleh seorang warganya.
Yang membuat saya senang di Pulau Peleng kala itu, selain hutannya yang alami sunyi dan sepi, sepanjang pantainya yang indah, juga ya ampuuun banyak sekali buah durian nya (ini kesukaan saya). Buah duriannnya sih kecil-kecil bila dibanding buah duriannya yang saya dapat di daerah Nambo, tapi enak juga.
Orang di P. Peleng mengambil durian dari dalam hutan. Harganya pun sungguh pantastis sebuahnya cuma Rp.25,- padahal di P. Jawa mungkin Rp.300 s/d Rp.500,- (tahun 1982an). Saya sampai berpikir andai saja P. Peleng berjarak puluhan kilo meter saja dari kampung saya. Saya mau beli tuh sekapal deh mau jualan durian saja di kampung. hehehe.
Setelah dua hari di P.Peleng kapal membawa saya dan rombongan menuju ke Kolonedale lalu ke daerah Rata yang waktu itu masih banyak hutan, nginap satu hari dan besoknya pulang kembali ke kota Luwuk.
Kembali mengenai kota Luwuk. Bagi saya kota Luwuk itu dari dulu terlebih sekarang, ibarat gadis remaja: geulis (cantik) mempesona dan tak mau diam energik ( kegiatan orang-orangnya)
Tempo hari di tahun 1995 sepulang saya perjalanan dari Kendari ke Jakarta lewat Makassar. Dari Makassar saya naik kapal Kerinci. Dalam perjalanan dari Makassar ke Surabaya di atas kapal saya sempat bertemu dengan dua pemuda mahasiswa yang mau ke Surabaya dan bertanya tentang kota Luwuk. Tanpa basa basi keduanya menjawab Bahwa kota Luwuk itu cantik! "Kota Luwuk seperti Hongkong" katanya lagi bersemangat sekali.
Lalu ketika saya melihat foto-foto kota Luwuk terutama pada malam hari.beberapa hari yang lalu , saya sedikit terkejut melihat kota Luwuk yang semakin maju. dan saya tersenyum : Ternyata apa yang di katakan dua pemuda diatas kapal itu benar. Mereka pantas bangga dengan kotanya yang mirip kota Hongkong. Selamat deh buat orang-orang Luwuk mempunyai kota yang mirip Hongkong. Ya Hongkongnya Pulau Sulawesi.
Bagi yang belum kesana. Ya, sekali-kali coba dong berkunjung kesana ................nikmati keindahan kota Luwuk di waktu malam, lalu alamnya dan keramahan penduduknya.
Itulah secuil dari pengalaman saya selama tinggal di kota Luwuk - Sulawesi Tengah. Mohon maaf sebelumnya khususnya pada warga Luwuk, apabila dalam tulisan ini, ada salah kata dalam penyebutan tempat, jarak, atau yang disebutkan kini telah berubah atau hilang dan sebagainya.
___________________
terimakasih sdh berkunjung di blog saya, kalau boleh saya post artikel bapak ini di blog saya,, tepatnya di halaman testimony blog saya.
BalasHapusLuwuk, sangat indah wajib di jaga kelestarianya
BalasHapus